Perkembangan Teknologi Hidroponik
Perkembangan teknologi di Indonesia tidak hanya di bidang komunikasi
tapi juga di bidang pertanian. Sebagai contohnya ialah teknologi
hidroponik.
Istilah hidroponik (hydroponics)
digunakan untuk menjelaskan tentang cara bercocok tanam tanpa
menggunakan tanah sebagai media tanamnya. Di kalangan umum, istilah ini
dikenal sebagai “bercocok tanam tanpa tanah”. Di sini termasuk juga
bercocok tanam di dalam pot atau wadah lainnya yang menggunakan air atau
bahan porous lainnya, seperti pecahan genting, pasir kali, kerikil,
maupun gabus putih.
Dahulu, peneliti yang bekerja di
laboratorium fisiologi tumbuhan sering bermain-main dengan air sebagai
media tanam dengan tujuan uji coba bercocok tanam tanpa tanah. Sebagian
orang menganggap metode itu sebagai aquakultur (bercocok tanam di dalam
air). Uji coba tersebut ternyata berhasil dan patut diberi acungan
jempol sehingga banyak ahli agronomi yang terus mengembangkan cara
tersebut.
Pada perkembangan selanjutnya, media air diganti dengan media yang lebih praktis, efisien dan lebih produktif. Cara kedua ini lebih mendapat sambutan dibandingkan cara yang hanya menggunakan media air. Oleh karenanya, pada perkembangan selanjutnya, teknik itu disebut hidroponik. Hidroponik ini kemudian dikembangkan secara komersial.
Menurut literatur, bertanam secara
hidroponik telah dimulai ribuan tahun yang lalu. Diceritakan, ada taman
gantung di Babilon dan taman terapung di Cina yang bisa disebut sebagai
contoh Hidroponik. Lebih lanjut diceritakanpula, di Mesir, India dan
Cina, manusia purba sudah kerap menggunakan larutan pupuk organik untuk
memupuk semangka, mentimun dan sayuran lainnya dalam bedengan pasir di
tepi sungai. Cara bertanam seperti ini kemudian disebut river bed cuultivation.
Ketika ahli patologis tanaman menggunakan nutrien khusus untuk media tanam muncullah istilah nutri culture. Setelah itu, bermunculan istilah water culture, solution culture dan gravel bed culture
untuk menyebutkan hasil percobaan mereka yang menanam sesuatu tanpa
menggunakan tanah sebagai medianya. Terakhir pada tahun 1936 istilah
hidroponik lahir, istilah ini diberikan untuk hasil dari Dr. WF.
Gericke, seorang agronomis dari Universitas California, USA, berupa
tanaman tomat setinggi 3 meter yang penuh buah dan ditanam dalam bak
berisi mineral hasil uji cobanya.
Sejak itu, hidroponik yang berarti
hydros adalah air dan ponics untuk menyebut pengerjaan atau bercocok
tanam, dinobatkan untuk menyebut segala aktivitas bercocok tanam tanpa
menggunakan tanah sebagai tempat tumbuhnya. Gericke ini menjadi sensasi
saat itu, foto dan riwayat kerjanya menjadi headline surat kabar, bahkan
ia sempat dinobatkan menjadi orang berjasa abad 20. Sejak itu,
hidroponik tidak lagi sebatas skala laboratorium, tetapi dengan teknik
yang sederhana dapat diterapkan oleh siapa saja termasuk ibu rumah
tangga. Jepang yang kalah dari sekutu dan tanahnya tandus akibat bom
atom, pada tahun 1950 secara gencar menerapkan hidroponik. Kemudian
negara lain seperti irak, Bahrain dan negara-negara penghasil minyak
yang tanahnya berupa gurun pasir dan tandus pun ikut menerapkan
hidroponik.